Jumat, 22 April 2011

MY BEST FRIEND FROM PALESTINE

"naaah ini nih cerpenku yang Alhamdulillah bisa lolos jadi buku ANTOLOGI KUPU_KUPU PALESTINA, klo jelek jangan di hina yeee, masih pemula soalnya hehe so let's cekidot"

Perkenalanku dengan internet mengantarku untuk bisa menjelajahi dunia tanpa sempat untuk merabanya. Aku bisa berkenalan dengan orang-orang di segala penjuru dunia tanpa sempat bertatap muka dengan mereka. Tak terkecuali dengan perkenalanku dengan dengan Ahmed, seorang pemuda 18 tahun dari daerah konflik Palestina. Ketika aku sedang mencari tugas kuliahku, sembari membuka facebook, karena kurang lengkap rasanya online tanpa membuka facebook. Muncullah permintaan pertemanan dengan nama Ahmed Salem, langsung saja ku confirm. Kurang lebih lima menit kemudian ada obrolan masuk dan ternyata Ahmad Salem menyapaku.
“Hai, who there??” sapanya.
“Hai, I’m Fandi. You??” balasku
“I’m Ahmed Salem, you can call me Ahmed”
“Nice to meet you Ahmed, where do you come from??”
Ahmed kemudian menjelaskan bahwa dia berasal dari Palestina, negara yang sekarang berada dalam konflik yang tak kunjung usai, dia juga bercerita tentang bagaimana mencekamnya daerah konflik disana, yang memaksanya untuk meninggalkan negara yang sangat dicintainya itu mengungsi ke Yordania negara yang bertetangga dengan Palestina. Kemudian dia bercerita bagaimana tentara Israel menyerbu daerah tempat tinggalnya yang membuat kedua orang tuanya dan 3 orang saudaranya meninggalkannya untuk selamanya.
Perkenalanku dengan Ahmed membuatku lebih tahu mengenai tentang konflik disana dan sejarah mengapa Zionis Israel sampai tega untuk membantai penduduk Palestina tanpa ampun. Dan bagaimana perjuangan rakyat palestina memperjuangkan hak mereka. Aku sungguh terharu mendengar cerita Ahmed, bagaimana pemuda-pemuda Palestina dengan semangat membara melawan tentara Israel dengan hanya menggunakan batu sebagai senjata dan ajaibnya, lemparan tersebut sangat ampuh untuk melumpuhkan tentara Israel.
Kami mempunya beberapa kesamaan yang membuat kami semakin akrab, seperti menyukai makanan yang sama yakni kebab turki, kebetulan juga kami mempunyai tanggal lahir yang sama 1 September, dan masih banyak kesamaan lainnya sehingga membuat kami semakin akrab. Aku juga menceritakan bagaiman perjuanganku untuk membiayai kuliahku sendiri tanpa melibatkan orang tuaku yang seorang pekerja serabutan, dengan menjadi cleaning service disalah satu kantor yang tidak jauh dari kampusku.
***
“I wanna go to Indonesia” katanya suatu hari.
“Realy??” Ucapku dengan rasa yang tak dapat kuungkapkan.
“Yes, maybe next month” Balasnya.
Betapa senangnya hatiku, kami dua sahabat yang terpisahakan oleh luasnya daratan dan samudera akan segera bertemu. Ahmed ingin melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Katanya dia ingin belajar dengan tenang tanpa adanya gangguan, seperti suasana yang mencekam, suara tembakan yang tak pernah berhenti, tangisan orang-orang tertindas, dan sebagainya. Dia ingin belajar dengan tenang agar kelak bisa berhasil dan dapat mengabdi kepada bangsa dan negaranya. Dia juga bercerita bahwa dia ingin mengambil jurusan Ilmu Kedokteran agar dia bisa menyelamatkan nyawa para korban kebengisan zionis Israel. Dia tidak ingin kejadian yang menimpa keluarganya terulang kembali. Paman Ahmed yang merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki Ahmed saat itu terkena serpihan bom yang dilontarkan pasukan Israel. Ahmed kemudian membawa pamannya ke rumah sakit, namun sesampainya disana tidak ada seorangpun tenaga medis yang bisa menolongnya karena kurangnya tenaga medis yang tidak mampu menangani ratusan pasien sekaligus. Akhirnya nyawa paman Ahmed tidak dapat ditolong. Semenjak itulah Ahmed bertekad untuk menjadi seorang dokter sehingga kejadian pamannya yang meninggal karena kekurangan tenaga medis tidak terulang lagi.
Seminggu sebelum keberangkatannya, Ahmed memberitahuku bahwa dia ingin kembali ke Palestina. Dia ingin berziarah ke makam orang tuanya sebelum berangkat ke Indonesia. Tapi aku tidak setuju dengan keputusannya itu, karena tentara israel mulai menyerang lagi dan tidak sabar untuk menebar atom-atom nafsunya, merebut tanah palestina. Tapi Ahmed tetap ngotot ingin kembali ke kampung halamannya. Dia ingin memberikan salam perpisahan kepada orang-orang yang dikasihinya dan ingin melihat suasana kampung halamannya sebelum ia berangkat ke negeri orang. Diapun berjanji akan segera berangkat ke Indonesia bila urusannya di Palestina telah selesai. Akupun tidak kuasa melarang sahabatku itu untuk berangkat ke tanah kelahirannya itu, aku tidak peduli, yang kupikirkan sekarang adalah beberapa hari lagi aku akan bertemu dengannya. Toh dia juga sudah berjanji kepadaku. Dan sebentar lagi kami akan tinggal bersama, belajar bersama, bercanda bersama dan banyak lagi agenda-agenda yang akan aku persiapkan selama dia mengemban pendidikannya di Indonesa.
***
Seminggu kemudian Ahmed tiba di Indonesia, aku sangat bersyukur dia bisa selamat dari serangan pasukan Israel. Aku lihat dia tampak bahagia, tak terlihat wajahnya yang menderita bekas kejahatan perang yang dilakukan oleh bangsa Israel. Aku sangat bahagia karena bisa bertemu dengan sahabatku dari palestina ini. Tak dapat kugambarkan bagaimana rasa senang dan gembiranya aku, karena punya saudara seperti Ahmed. Ahmed yang ternyata orangnya periang, pekerja keras tak pernah sekalipun menyakitiku. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan sahabat seperti Ahmed yang bisa diajak ngobrol brsama, bercanda bersama, bahkan tidurpun bersama. Sehingga orang disekitar kami menyangka kami adalah dua orang bersaudara kandung, mereka tidak menyangka kalau kami sebenarnya adalah dua orang sahabat yang dipisahakan oleh luasnya daratan dan samudera yang di pertemukan lewat dunia maya.
Suatu sore ketika kami menonton berita mengenai penyerangan Israel ke Palestina, Ahmed kemudian berbicara kepadaku.
“Fandi Insya Allah, Palestine tomorrow will be free, I’m sure that we just wait a time. Kita tidak akan mendengar lagi suara tembakan dan letusan bom yang dilemparkan tentara Israel, masih ada harapan bagi kami untuk bisa menghirup udara kebebasan suatu saat nanti, kami hanya perlu bersabar untuk menanti waktu itu.” Seraya menatap ke arahku dengan tatapan penuh keyakinan.
“Of course dude, Kami saudaramu di Indonesia dan seluruh warga muslim di dunia akan selalu mendukung kebebasan bagi bangsa kalian, dan doa tidak pernah berhenti keluar dari bibir kami. Insya Allah kebebasan kalian sudah didepan mata. Jangan menyerah kawan.” Kataku dengan nada haru.
“Thanks brother, aku sungguh beruntung bisa mempunyai sahabat sepertimu. Tidak sia-sia aku datang ke Indonesia membawa sebuah harapan untuk bisa menggapai cita-citaku disini, karena bisa mendapatkan dukungan dan doa dari kamu fandi.”
“Sudahlah kawan jangan melebih-lebihkan, aku cukup senang bisa berada di sampingmu untuk tetap mendukung, dan mendoakan untuk keberhasilanmu. Namanya juga Sahabat.”
Ahmed kemudian tersenyum dan mengangguk mendengar kata-kataku akupun ikut tersenyum, sekilas kulihat wajahnya sangat bahagia, tak pernah kulihat wajahnya sebahagia itu. Aku berharap kebahagiannya itu tidak pernah hilang dari wajahnya. Akupun berjanji akan selalu membuatnya tersenyum dan bahagia, aku tidak akan pernah mengecewakan sahabatku ini, Insya Allah.
Lama kami terdiam menatap layar televisi, Ahmed kemudian berkata,
“Fandi, kamu sudah makan??”
“hehe, belum” jawabku nyengir.
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku traktir kamu makan Kebab Turki”
“Boleh, ayo kita pergi”
“Jangan, biar aku sendiri saja, kamu tunggu dirumah saja.”
“Apa kamu yakin??” Kataku dengan heran karena tidak biasanya ia mau pergi sendiri, dia juga belum tahu tentang daerah disini karena belum cukup seminggu dia datang dari Palestina.
“Of course, kamu tunggu disini saja, biar aku yang keluar untuk membelinya, aku sudah tahu jalan walaupun belum cukup seminggu aku datang dari Palestina” Katanya dengan penuh keyakinan.
Akhirnya diapun segera berangkat, aku mengantarnya sampai kepintu, kutatap dia sampai menghilang dari penglihatanku, entah mengapa aku merasa rindu kepadanya, padahal baru beberapa menit yang lalu dia pergi. Akupun melanjutkan tontonanku, kulihat bagaimana mobil-mobil perang pasukan Israel tidak henti-hentinya menembakkan pelurunya kearah perkampungan warga Palestina. Begitu pula dengan peawat tempurnya yang melemparkan bom ke perkampungan warga. Sungguh geram aku melihatnya, mereka benar-benar tidak punya hati, tega-teganya mereka membunuh orang yang tidak berdosa. Sungguh nafsu dan keserakahan telah membutakan hati mereka. Terlihat mayat-mayat dari orang-orang yang tidak berdosa bergelimpangan di jalanan. Sekilas salah satu diantaranya sangat aku kenal, mayat pemuda itu mirip Ahmed sahabatku. Tapi mana mungkin itu Ahmed, toh dia ada disini bersamaku, dia baru saja keluar untuk membeli makan. Jadi mana mungkin mayat yang aku lihat itu adalah Ahmed.
Beberapa jam berlalu, Ahmed tak kunjung muncul, kuhubungi ke handphone-nya, tidak aktif. Kupikir mungkin dia tersesat, dan tidak tahu jalan pulang. Akupun segera keluar untuk menyusulnya, namun di depan pintu kulihat sebuah bungkusan dan isinya adalah dua buah kebab turki yang masih hangat. Akupun heran, aku tidak mengerti ada apa sebenarnya dengan Ahmed. Kemanakah dia sebenarnya? Apakah dia memang sudah sampai dirumah membawa kebab itu, tapi pas sampai didepan rumah dia kemudian teringat kalau dia lupa untuk mengambil kembaliannya atau apakah yang sebenarnya terjadi?
Beberapa hari berselang, Ahmed tak kunjung datang, aku sudah lelah menunggu dan mencarinya kemana-mana tapi tak kunjung muncul batang hidungnya. Sempat aku menyerah, tapi aku tetap yakin dia akan datang dan menemuiku segera. Beberapa hari kemudian akupun bermimpi melihat Ahmed dengan wajah yang penuh kebahagiaan dan berkata kepadaku untuk tidak mencarinya lagi, kemudian diapun menghilang. Aku kemudian terbangun dan memikirkan mimpiku barusan. Apakah sebenarnya Ahmed telah pergi untuk selama-lamanya? Apakah mayat mirip ahmed yang kulihat di televisi tempo hari adalah memang benar adalah Ahmed? Lantas siapakah orang yang tinggal bersamaku selama ini yang kupanggil Ahmed? Wallahu alam tapi pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Aku tidak tahu Ahmed kemana tapi aku akan tetap menunggu sampai dia kembali seperti aku menunggu kebahagiaan dan kebebasan yang akan diterima rakyat Palestina kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar